foto: herkris "santai" ; lihatlah wajah-wajah
Beraneka ragam wajah manusia tak akan pernah ada yang sama persis, sekalipun kembar identik. Ingat kisah Bima yang gurunya untuk mencari air suci. Dimana yang ditemuinya justru kembaran diri pribadi wajah dan bentuknya sama cuma lebih kecil. Sesungguhnya didalam diri ini bisa ditemukan kembaran yang ada di setiap manusia adalah merupakan sejatinya diri.
Ya,,,barangsiapa mengenal diri (sejati)nya, akan mengenal Tuhannya’. Man ‘Arafa Nafsahu, Faqad ‘Arafa Rabbahu. Konon itu kata-kata Baginda Rasulullah SAW (walaupun masih ada banyak perdebatan mengenai siapa sebenarnya yang mengucapkan kata-kata tersebut, tapi di kalangan pejalan ruhani yang pernah mimpi bertemu dengan Baginda Rasul SAW, konon Beliau membenarkan bahwa kata-kata tersebut adalah kata-katanya).
Tapi seberapa susahnya sebenarnya mengenal diri itu? Sebegitu pentingnya kah hal itu sehingga bisa mengantarkan seseorang pada suatu pengenalan yang sungguh agung, sesuatu yang dicita-citakan oleh siapa saja yang percaya, pengenalan akan Tuhan? Bukankah yang disebut “saya” ini ya saya, ya yang ini? Tidakkah kita semua tahu dan kenal diri kita sendiri?
Sekilas tentang segala sesuatu sebagai perenungan atau tela'ah untuk menambah wawasan. Dari kejadian yang dialami sendiri maupun orang lain atau sekapur sirih. Penuh cinta kasih pada sesamanya, menuju Ridho Allah.
Minggu, 29 Mei 2011
Selasa, 03 Mei 2011
PUASA KUNANG-KUNANG
Entah sudah berapa kali dalam usianya yang mendekati 40 tahun itu Budi menjalani puasa Ramadan. Barangkali sudah lebih dari 25 kali. Puasa Ramadan sudah menjadi hal yang rutin yang tiap tahun dijalaninya dengan ikhlas. Mungkin karena kerutinan itu Budi tidak pernah merasakan sesuatu yang khas, atau sesuatu yang dicatat dengan penuh perhatian, Pokoknya puasa , ya puasa itu kewajiban dari Tuhan yang tentunya baik sekali jika dijalankan.
Namun awal puasa tahun ini dialami oleh Budi dengan catatan yang mengesankan. Pertemuannya dengan seorang tetangga jauh membuat Budi merenung, Pak Kasmin tetangga jauh itu, minta pertimbangan Budi menyangkut ibadah puasa.
"Mas Budi, sampean yang sering ngaji, tolong beri penjelasan atas pertanyaan saya ini" kata Pak Kasmin
"Kalau bisa saya senang melakukannya Bagaimana, Pak? jawab Budi.
"Menurut Sampean, orang seperti saya ini harus puasa atau tidak?
"Sampean tahu siapa dan bagaimana saya, bukan?
Budi tertegun, Dia tahu betul siapa Pak Kasmin. Usia jelas diatas lima puluh. Badannya semampai atau jelasnya kurus langsing. Tulang pipinya menonjol, kulitnya hitam karena terlalu sering terjerang matahari.
Pak Kasmin tinggal bersama anak-isterinya dalam rumah lapuk, hanya dua atau tiga meter dari kali dan itupun tanah milik orang lain. Dan untuk menghidupi diri dan keluarganya, Pak Kasmin yang sudah tua itu bekerja sebagai penarik becak.
Dalam pikiran Budi perputar, seorang tukang becak harus mengeluarkan tenaga 4 ribu sampai 5 ribu kalori setiap hari. Tenaga sebanyak itu bisa dipasok melalui makanan ketika sahur ditambah kalori laten dalam tubuh yang tersimpan sebagai lemak. Seorang yang cukup makan dan cukup cadangan lemak secara teoritik mampu menjadi tukang becak yang berpuasa disiang hari. Namun bagaimana dengan Pak Kasmin?
Sebelum Budi berkata sesuatu, Pak Kasmin menyambung ucapannya lebih jauh.
"Begini Mas Budi, Saya sebenarnya ingin menunaikan puasa. Tetapi saya sering tak bisa makan sahur karena , ya, namanya tukang becak, rezeki sangat tidak pasti. Bila kebetulan tak bisa makan sahur, mata saya sering berkunang-kunang selagi narik becak. Itulah, maka saya ingin bertanya orang seperti saya harus puasa atau tidak?"
"Pertanyaanmu tak bisa saya jawab, Pak Kasmin. Saya minta maaf"
Barangkali orag lain bisa menjawab pertayaan Pak Kasmin. Namun Budi sungguh tak bisa melakukannya.
Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepalanya, seakan dengan paksa membuka mata Budi akan suasana sekeliling. Hatinya sendiri kini bertanya apakah artinya puasa bila ada tetangga yang tak bisa menunaikan ibadah itu lantaran kurang bekal. Apakah artinya puasa bila seorang tetangga disebelah rumah tak bisa makan sahur lantaran tak punya beras.
Budi pulang. Sampai dirumah ia menyuruh anaknya mengatar beberapa kilo beras kepada Pak Kasmin dengan harapan keluarga itu nanti malam bisa makan sahur. Namun Budi merasa beberapa kilo beras itu sama sekali bukan jawaban yang memadai atas pertanyaan Pak Kasmin, "Apakah orang seperti saya harus berpuasa?. Mata saya sering berkunang-kunang"
Langganan:
Postingan (Atom)